Puisi Denyut Nadi
aku angkara murka mengalir panas, seperti barah mendidih merah merekah
tak bisa padam seperti bilah mata pedang tajam menusuk membabat sisa hidup
panas tubuh sekujur melepuh, menari nari panah di mata, menghina siap menusuk
tak bisa raga menjerit di antara lolongan serigala memekakan telinga hingar bingar sudut kota, malam purnama
sekejap denyut nadi memacu kencang di antara debur ombak memecahkan karang
nafas berambisi penuh hasrat,...
berlari ku ke tepian menghadap surga ku cengkram
bumi ini milik ku, teriak langit menantang marah
ku acungkan pedang berlumur darah menghadap pilar reruntuhan kota lama
aku takan gentar,
nafas berurai air mata tersedak pilu
tak bisa ku kencangkan lagi denyut nadi biar ku lawan
malam semakin larut di bawah naungan bintang sejagat
alam terdiam sejenak, di antar keluh dan kesah hiruk pikuk
denyut nadi melemah menatap keluh hawa dunia
kenapa bersembunyi langit di balik lingkarang kemelut surga
aku hina jalanan bercamppur debuh caci dan maki
tak sudih mata rinai karena tak hinggap rasa malu atau bersalah pada mu bulan
diri mu tersenyum langit kotor, di balik rumput benalu ku lihat
wajah lihai culas tersenyum seakan taklukan barah di hati
salah jika kau anggap menang
ku hentikan denyut nadi duka memelas biar ku pulih
bangkit berdiri kembali melangkah menembus gaib
by jhoe wain